
Rugby Afrika Selatan sedang melalui masa yang menantang, dengan banyak penggemar dan pakar yang prihatin dengan keadaan olahraga di negara tersebut. Baru-baru ini, dua tokoh terkemuka di dunia rugby, Rassie Erasmus dan Nick Mallett, telah terlibat dalam debat publik tentang keadaan rugby Afrika Selatan dan masa depannya.
Erasmus, Direktur Rugby di SA Rugby, turun ke Twitter untuk menanggapi komentar yang dibuat oleh Mallett di acara rugby populer, Remaining Whistle. Selama pertunjukan, Mallett mengkritik kinerja Erasmus sebagai Direktur Rugby, menyatakan bahwa dia tidak melakukan pekerjaannya dengan baik. Sebagai tanggapan, Erasmus mempertahankan perannya dan menyoroti berbagai program nasional yang dia terapkan di SA Rugby.
Salah satu isu utama yang muncul dalam debat tersebut adalah pelacakan cepat para pemain kulit hitam elit. Erasmus menunjukkan bahwa dia bertanggung jawab untuk menjalankan program yang disebut ‘Pelacakan Cepat Pemain Kulit Hitam Elit’, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pemain yang belum sempat bermain di Tremendous Rugby atau URC. Erasmus menyatakan bahwa program tersebut disponsori sepenuhnya dan dia bangga karenanya.
Aspek penting lain dari perdebatan itu adalah keadaan kepelatihan di Afrika Selatan. Erasmus berargumen bahwa dia tidak memiliki wewenang untuk menunjuk pelatih, tetapi dia memiliki peran dalam mewujudkannya. Dia menunjukkan bahwa para pemain belajar sejak usia muda, dari sistem EPD dari U15, dan beberapa pemain belajar lebih baik dari yang lain.
Mallett juga mengkritik Erasmus atas penanganannya terhadap wasit, menyatakan bahwa dia tidak berbuat cukup untuk memastikan mereka memenuhi standar. Erasmus membalas dengan mengatakan bahwa Springboks adalah prioritas utamanya dan dia akan melakukan apa saja untuk membantu mereka menang. Dia juga menunjukkan bahwa penunjukan wasit harus disetujui oleh World Rugby dan dia akan menyambut baik bantuan apa pun dari Mallett di bidang ini.
Secara keseluruhan, perdebatan antara Rassie Erasmus dan Nick Mallett menyoroti tantangan yang dihadapi rugby Afrika Selatan. Sementara kedua tokoh tersebut memiliki perspektif berbeda tentang keadaan olahraga dan masa depan, debat publik mereka telah membawa isu-isu penting ke depan. Apakah itu pelacakan cepat pemain kulit hitam elit atau keadaan kepelatihan dan wasit, ini semua adalah topik penting yang perlu ditangani jika rugby Afrika Selatan ingin berkembang kembali.
Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa perdebatan antara Erasmus dan Mallett yang bersifat publik tidak produktif. Menurut jurnalis rugby Mark Keohane, kata-kata kasar Twitter Erasmus sebagai tanggapan atas kritik Mallett bersifat defensif dan tidak produktif. Dia menyarankan, alih-alih saling serang di media sosial, kedua tokoh itu seharusnya duduk untuk sarapan atau lokakarya untuk mendiskusikan pandangan mereka dan mencari solusi.
Perdebatan antara Rassie Erasmus dan Nick Mallett telah menjelaskan tantangan yang dihadapi rugby Afrika Selatan, tetapi juga menyoroti pentingnya debat yang sehat dan konstruktif tentang masa depan olahraga. Meskipun baik untuk memiliki pendapat yang berbeda, sangat penting bahwa pendapat tersebut diungkapkan dengan cara yang berkontribusi untuk menemukan solusi, bukan menguranginya.